Jeritan di Bawah Pohon Kamboja
Ibu,
Mengapa engkau membunuhku?
Bukankah aku anakmu?
Lahir dari rahimmu?
Bagian dari darah dagingmu?
Ibu,
Kini aku terbaring di bawah kamboja
Sepi sendiri berteman kain kafan saja
Satu tahun saja aku di dunia
Setelah kau paksa nafas tinggal cerita
Sembilan bulan dinanti dirindu setengah mati
Siang malam disayang tahu aku akan datang
Pencegah duka penglipur lara
Ibu yang dulu bukanlah yang sekarang
Dahulu disayang sekarang ditendang
Dahulu lembut sekarang sering ribut
Dahulu dibelai makin besar makin lalai
Dahulu dimanja sekarang terbiar saja
Ibu, bukannya aku tak mengerti
Aku belum bisa karena belum waktunya
Bukannya manja tapi hanya sedikit perhatian saja
Dan itu tak lama,
Setahun di dunia dipandang sia – sia
Engkau melakukan pembiaran di masa pertumbuhan
Masa usia emasku hanya rutinitas yang berlalu
Masa pertumbuhan hanya tinggal kenangan
Engkau bentak hingga merusak isi otak
Engkau pukul hingga cerdasku tumpul
Engkau marahi hingga menguras energi merusak emosi
Di pukul sana sini, merah lebam sampai sakit berhari – hari
Di pipi belum sembuh di pantat terus kambuh
Hidup bagai terpenjara, terpasung walau dengan ibu kandung
Ibu, seandainya engkau bersabar, tentu tidak akan buyar
Aku menangis supaya ibu melayaniku dengan manis
Namun nafsu bengismu engkau bungkam mulutku
Lalu dengan bantal kau sekap aku
Aku meronta tapi tak berdaya
Aku berbicara tapi tak bersuara
Hanya air mata mengiringi hela nafas yang meniada
Lidah kelu tubuh pun kaku
Ibu pun menangis…
Entah setan apa yang merasuk ke dalam jiwa
Semua terlambat setelah aku tak selamat
Ketidaksabaranmu mengakhiri hidupku
Sebenarnya aku sedang tumbuh
Butuh kasihmu yang teduh
Namun di bawah kamboja aku berteduh
Karya Moh Riyadi, dibukukan bersama 194 penyair oleh Forum Sastra Surakarta
Lounching akbar di Wisma Perdamaian Jateng 3 Desember 2016
Pada Peringatan hari Anak internasional
Belum ada Komentar untuk "Jeritan di Bawah Pohon Kamboja"
Posting Komentar