Menelisik Kembali Arti Dewasa

                 


Beberapa waktu lalu,  banyak kejadian kejahatan pelecehan seksual yang cukup menyita perhatian publik. Hampir di seluruh 34 provinsi wilayah Indonesia mengalami kejadian serupa. 

Dalam laman sosialnya, Humas Divisi Polri dalam minggu lalu saja telah terjadi kekerasan seksual 14 kasus. Modus operandi banyak dilakukan oleh orang – orang dekat, seperti teman, paman,saudara bahkan keluarga inti. Peristiwa itu tentu membuat kita miris. Tak ayal peristiwa tersebut menyita berbagai media nasional.

Yuyun (14) misalnya, warga Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Menjadi korban kekerasan seksual sepulang sekolah. Padahal jarak rumah dengan sekolah hanya 1,5 Km dan  melewati kebun karet. 

Di tengah kebun karet inilah  14 pelaku  memperkosa korban lalu membunuh lalu membuang ke jurang sedalam 5 meter tanpa busana. Di bawah bayang – bayang minuman keras menjadikan mereka buta hati. 

Di Surabaya, Nona  (bukan nama sebenarnya) diperkosa oleh teman sebayanya yang rata- rata masih duduk di SD dan SMP. Berawal dari AS yang mencabuli Nona di usia 4 tahun dengan cara memberi pil dobel L, kemudian As mengajak tujuh temannya mencabuli bergantian. Dalam aksinya Nona kadang di  giring ke balai Rw atau dekat rell kereta. 

Publik dihebohkan lagi oleh kematian Eno Parihah 19 tahun, yang ditemukan tewas mengenaskan di dalam mes perusahaan, Jumat, 13 Mei 2016. Di sekujur tubuh korban terdapat banyak luka dan ditemukan gagang cangkul di kemaluannyase dalam 65 Cm.

Luka bagian dalam lebih parah karena tulang leher gadis cantik ini patah akibat dihantam gagang cangkul. Selain itu, pipi dan rahang korban luka parah akibat ditusuk garpu. Hasil autopsi juga menyebutkan bahwa terdapat luka robek di bagian hati sampai ke atas paru-paru, dan luka pada rongga dada. 

Mencermati kasus yang sebagian besar dilakukan oleh umur belasan tahun, membuat kita patut merenung kembali merekonstruksi tentang arti dewasa. Apakah benar mereka sudah dewasa? Bukankah secara fisikpun mereka menunjukkan dewasa?  

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan tahun 2015, dewasa artinya adalah (1) sampai umur, akil baligh, (3) telah sampai kematangan kelamin. Lalu pantaskan mereka yang sebagian besar pelaku masih di bawah belasan tahun disebut dewasa?

Mungkin kita perlu menilik kembali makna dewasa secara utuh.  Kita perlu meembangun frame berpikir tentang dewasa dengan paramater - parameter yang konprehensif sehingga bisa mengubah cara berpikir, berperilaku dan bertindak. Seringkali kita  menyebut dewasa dari tampilan fisik yang menjadi patokan utama. 

Seseorang yang telah matang  secara fisik bisa dikatakan sudah dewasa. Stempel ini sudah melekat dan yang paling mudah disebagian masyarakat kita. Tentu ini tidak salah. Menurut penulis, Bahwa  hampir semua aspek kehidupan manusia bisa menjadi parameter untuk menunjukkan kemapanan/kededewasaan seseorang. 

Dewasa secara fisik adalah dewasa yang sangat mudah kita kenali. Remaja dikatakan dewasa secara fisik biasanya ketika suara telah berubah, jakun telah tumbuh, payudara matang/membesar, dan tumbuhnya rambut di bagian tubuh tertentu. 

Pada anak laki - laki biasanya ditandai dengan mimpi basah, sedangkan bagi wanita dengan menstruasi atau datang bulan. Jadi secara organ reproduksi telah siap walau umur mereka masih belasan tahun. Hampir manusia yang telah cukup mengalami fase ini. Para pelaku kekerasan di atas telah menunjukkan mereka telah dewasa secara fisik. Karena organ reproduksi telah matang.

Dewasa secara psikis/kejiwaan. Dewasa secara psikis sangat erat kaitannya dengan perilaku dan  emosional. Ciri – cirinya adalah ketika dalam berbicara, berbuat dan berprilaku yang menunjukkan kedewasaan, kematangan emosi dan kejiwaannya. Orang yang telah  dewasa dalam berbicara tentu akan berwibawa, berbobot, bernilai dan intonasi terkendali. Dalam berbuatpun tentu akan berpikir dengan jernih dan mempertimbangkan baik buruknya. 

Dewasa secara sosial diukur dari sejauh mana kemampuan dia berinteraksi secara sosial  dalam bermasyarakat. Dia bisa menempatkan posisi secara dirinya, dirinya dengan orang, dan dirinya dengan masyarakat luas.  

Makin diterima di masyarakat bisa menunjukkan dewasa sosialnya baik. Sebaliknya makin tidak diterima masyarakat kadang menunjukkan dia belum diterima sepenuhnya. Misalnya ketika sudah menikah tentu dia akan berperan sebagai ayah dan ibu yang itu akan berdampak kesadaran dirinya dalam bermasyarakat. Jadi peran menjadi ayah tidak hanya mengubah kesadaran pada dirinya, akan tetapi di lingkungan sosialnya peran itu juga dijalankan dengan sebaik - baiknya.

Dewasa secara ekonomi, adalah dewasa berkaitan sejauh mana ia mampu untuk mandiri. Pada tataran dewasa ini, tolok ukur bisa sejauh mana ia mampu menafkahi untuk dirinya, untuk keluarga dan untuk tanggungannya. 

Dewasa secara ekonomi dalam rumah tangga adalah sejauh mana ia mampu berdiri mandiri tidak banyak bergantung pada orang lain. Kalaupun belum secara materi, maka minimal sifat kemandirian dan tanggungjawab  telah mampu ia tunjukkan. Banyak orang tua yang membuang bayinya  dengan alasan karena faktor ekonomi. Artinya mereka taku anaknya akan menjadi beban keluargnya.  

Banyak remaja yang belum siap berumah tangga karena bekal yang minim sehingga memilih aborsi sebagai jalan pintasnya. Oleh karena itu membekali remaja dengan kemandirian, sikap kemapanan dan daya juang yang keras akan menjadikan remaja yang dewasa.

Dewasa secara pengetahuan,  makin banyak pengetahuan yang dimiliki makin dewasa seseorang. Karena ilmu pengetahuan sangat berpengaruh besar dalam membentuk pola pikir dan pola perilaku. 

Apakah remaja putra tahu peran ketika menjadi seorang ayah? Apakah remaja putri bisa jadi peran ibu ketika menikah kelak? Peran apa saja yang di lakukan seorang ayah  dalam berumah keluarga? Bagaimana dan tugas apa dari seorang ibu didalam rumah tangga? Bagaimana  cara mendidik anak didalam kandungan?  Umur 8 bulan bayi bisa apa dan makanan jenis apa yang bisa di berikan? Dan masih banyak lagi pengetahun - pengetahuan yang akan dihadapi ketika seorang menjadi deawasa. 

Sebab banyak yang sudah menikah namun sedikit tahu peran dan atau pengetahuan yang mesti ia lakukan. Misalnya bagaimana ketika menghadapi anak yang tantrum apa yang dilakukan ayah dan ibunya? Atau ketika memperhatikan menu makan untuk bayi, menu apa yang sesuai dengan usia dan perkembangnnya. Atau ketika memperhatikan pola pembelajaran bayinya, rangsangan apa yang mesti dilakukan oleh kedua orang tuanya? Dan masih banyak lagi pengetahuan dan peran yang semestinya dilakukan setelah menikah. Pengetahuan akan menumbuhkan kecerdasan dan nantinya pola pikir akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku yang dilakukan seseorang.

Yang terakhir dewasa secara etika/norma. Ada empat norma yang berlaku dalam tatanan masyarakat kita yang sering dijadikan pedoman dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Keempat norma tersebut adalah norma beragama, norma kesopanan, norma kesusilaan dan norma hukum. Dalam kehidupan di masyarakat bisa terjadi dalam perbedaan norma, karena budaya dan ragam nilai yang ada di masyarakat. Namun secara umum norma tersebut mengatur kehidupan bermasyarakat supada tentram dan damai.

Norma agama bersumber dari nilai - nilai agama yang menjadi  landasan norma bagi mereka yang menganutnya. Norma agama mengatur rambu - rambu apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Semakian dalam seseorang mendalami ajaran agama, tentu dewasa dalam sikap dan tindakannya. Kebajikan dan kebaikan banyak yang bersumber dari agama yang menjadikan manusia itu bijak dalam  bermasyarakat.   

Begitu juga dengan norma kesopanan jika dipraktekkan, tentu orang akan berpikir panjang jika berfoto selfie setengah telanjang lalu diedarkan secara sembarangan. Kerena itu bertentangan dengan norma kesopanan kita. Norma kesopanan berhubungan dengan value dalam masyarakat yang menjadi kesepakatan. 

Norma kesusilaan mengatur dalam kehidupan kita yang setiap wilayah mempunyai norma kesusilaan yang bisa berbeda. Namun sebenarnya norma tersebut mempunyai tujuan yang baik. Di Jawa Tengah makan sambil duduk di depan pintu tentu nilai rasanya tak baik, makan sambil berdiri tidak disarankan,  dan banyak contoh lainnya. Norma hukum datang dalam bentuk seperangkat aturan yang ketata baik secara tertulis atau kesepakatan.

Norma hukum yang tertulis biasanya dikeluarkan oleh lembaga resmi, misal  Presiden, DPR/MPR, Gubernur atau Bupati atau lainnya.  Bisa juga aturan hukum yang tidak tertulis namun menjadi kesepakatan bersama. Misalnya hukum adat  di suku Baduy dalam yang membatasi jumlah warga  yang tinggal dikampung. Hukum di buat untuk mengatur keserasian dalam tatanan masyarakat dan menghormati ha - hak orang lain, semakin seseorang taat hukum keharmonisan akan terjaga.

Kalau kita mencermati pola perilaku dan tindakan  kekerasan yang dilakukan, tentu jauh dari sikap pribadi dewasa tapi lebih ke arah nafsu dan kejahatannya. Dan oleh karena itu menjadi PR kita bersama untuk memformulasikan remaja dengan parameter parameter yang ideal dan konprehensif agar menjadi dewasa yang matang secara fisik, pengetahuan, sikap serta perilaku yang hebat. 

Belum ada Komentar untuk "Menelisik Kembali Arti Dewasa"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel