Saatnya Orangtua Menjadi Sahabat Remaja
Remaja ada di sekitar kita. Entah kerabat, tetangga, saudara, atau bahkan mungkin anak kita sendiri-lah remaja itu. Sebetulnya, siapa yang dimaksud dengan remaja? Remaja adalah penduduk yang berusia 10 -18 tahun, atau dapat pula didefinisikan sebagai penduduk yang berusia 10-24 tahun (atau belum menikah).
Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa awal, dimana terjadi banyak perubahan, baik fisik, anatomis, emosional, intelektual maupun kehidupan sosial. Sebagian orang juga menyebut masa remaja sebagai masa konflik, sebab banyak hal yang dilakukan secara tidak terduga dan terkadang bertentangan dengan sekitarnya. Pada masa ini, remaja biasanya tidak lagi mau untuk disebut sebagai anak-anak karena merasa fisiknya telah bertumbuh besar, akan tetapi mereka juga belum dapat dikatakan dewasa oleh karena pemikiran maupun tindakan mereka belum cukup matang.
Sulitnya masa transisi yang sedang dialami, krisis kepercayaan diri, bingung atas perubahan yang terjadi, kurangnya bimbingan serta perhatian orang terdekat dapat menjadi faktor pemicu terjadinya permasalahan dan stressor pada remaja. Belum lagi ditambah dengan perubahan era modern dengan aliran informasi serta teknologi yang tak terbatas, membuat remaja menjadi sangat riskan terpengaruh dalam hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Sehingga tidak heran apabila di sekitar kita banyak dijumpai fenomena kenakalan remaja.
Pada dasarnya, remaja perlu “sahabat” atau setidaknya tempat berbagi yang aman atas berbagai masalah yang sedang dialaminya. Kebanyakan orang tua terkadang mengabaikan hal tersebut, sebab tidak memahami apa yang sedang terjadi atau menganggap semuanya baik-baik saja. Tak jarang hal ini menyebabkan remaja menjadi lebih terbuka untuk berkomunikasi dan ‘cuhat’ dengan teman sebaya dibandingkan dengan orangtua.
Peran dan kepedulian orang tua sebagai orang terdekat sangat diperlukan dalam membimbing dan mendampingi kehidupan remaja. Salah satu kunci penting untuk dapat menjadi sahabat bagi remaja adalah membangun hubungan harmonis yang diawali dengan lancarnya komunikasi antara keduanya atau disebut juga “komunikasi efektif”. Komunikasi efektif sendiri berarti saling bertukar informasi, kepercayaan, perasaan, ide, dan sikap antara dua orang atau kelompok yang hasilnya sesuai dengan harapan. Namun dalam komunikasi antara orang tua dengan anak remaja, terkadang terdapat penghalang (barrier) yaitu rasa sungkan dan malu.
Lalu bagaimana caranya agar komunikasi efektif antara orangtua dan anak remaja dapat terjadi? Dalam membangun komunikasi efektif, diperlukan adanya situasi kondusif atau ideal antar keduanya. Pertama, orangtua harus mampu menjadi pendengar yang baik untuk anak remajanya, sehingga remaja dapat menyampaikan informasi kepada orangtuanya dengan nyaman, tanpa rasa malu, sungkan maupun takut. Jika hal ini terjadi maka orang tua akan menjadi orang pertama yang mampu menampung informasi, keluhan dan segala hal yang dialami anaknya, dan remaja akan dapat menerima informasi (saran, pendapat) yang disampaikan orang tuanya.
Kedua, orangtua harus memahami sifat-sifat yang diharapkan oleh anak remajanya, diantaranya perhatian dan dukungan, empati, kasih sayang dan perasaan asertif, penerimaan dan rasa menghargai, serta kepercayaan. Ketiga, memperhatikan hal-hal yang perlu dihindari saat berkomunikasi dengan remaja, diantaranya lebih banyak berbicara daripada mendengar, merasa lebih tahu banyak daripada remaja (menggurui), tidak berusaha untuk mendengar dulu apa yang sebenarnya terjadi dan dialami remaja, tidak memberi kesempatan remaja untuk mengemukakan pendapat, tidak mencoba menerima dan memahami terlebih dahulu kenyataan yang dialami remaja, serta merasa putus asa dan marah karena tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan terhadap anak remajanya. Sebagai orang tua juga harus memahami faktor-faktor yang dapat menghambat komunikasi dengan remaja antara lain menyindir, menyalahkan, memerintah, menuduh, mengecam, memberi cap (stereotype), meremehkan, membandingkan, membohongi dan berburuk sangka.
Keempat, mengetahui teknik berkomunikasi dengan anak remaja diantaranya berikan kesan kepada remaja bahwa kita terbuka membicarakan apa saja yang berhubungan dengan permasalahan mereka (sebisa mungkin mereka menganggap kita adalah sahabat mereka), bersikap tenang saat berbicara dengan remaja, menambah wawasan dan pengetahuan agar dapat merespon apa yang sedang dibicarakan dengan remaja, minta bantuan tenaga ahli (guru, konselor remaja, dan sebagainya bila perlu), mendengarkan dan memahami perasaan remaja sehingga mereka merasa dirinya diterima dan lebih mudah diajak berkomunikasi, serta jangan memotong penjelasan yang diberikan oleh remaja.
Belum ada Komentar untuk "Saatnya Orangtua Menjadi Sahabat Remaja"
Posting Komentar